Jumat, 01 Mei 2009

artwork special for sparkle afternoon band :)












all by my self









Screaming Masterpiece

Screaming Masterpiece adalah sebuah film documenter tentang musisi-musisi islandia, lengkap dengan interview dari pendapat beberapa artis islandia tentang musik negrinya itu.
Mungkin seharusnya saya menuliskan ini pada bagian review instead of blog section,tapi ga bisa uy…film ini terlalu luar biasa untuk tidak saya ceritakan pada dunia kangouw.

Opening film yang dibuka oleh Sigur ros & Amina yang membawakan lagu #8 aka pop, sangat sadis,miris dan bikin merinding bulu kuduk.Dah kebayang, di menit awal nonton film ini,kita akan disuguhkan oleh penampilan artis-artis islandia yang sangat brilliant dan unik. Musik mereka selalu memberikan warna dan nuansa tersendiri, seolah musik mereka bernyanyi, musik mereka adalah vokalnya, dan vocal mereka justru alat musiknya. Nuansa dingin, gelap, harmonisasi yang kuat pasti ada di musik mereka.

Bardi Johanssonn – dia adalah lead singer dari band Bang Gang, perancang busana, sutradara,etc – berkata, “Yet,people keep asking me,why islandic music is so special? The reason is that,the band that are any good,they all know that their music won’t be played on the radio, they know they won’t sell more than 200 albums in Iceland, especially when it’s a young band, so they make music as they please”.

Mungkin tepat seperti apa yang dikatakan Bardi diatas, saat bermain musik tidak untuk komersialisasi, maka yang dihasilkan akan brilliant. Tidak lebih bagus, tapi brilliant!

Selanjutnya, film ini juga menampilkan cuplikan konser dari diva islandia,bjork, yang tampil sangat cantik dengan membawakan lagu All is full of Love di New York. Dan beberapa interview dari band-band islandia terkenal lainnya seperti Mum, Mugison, Slowblow, composer HILMAR ÖRN HILMARSSON, dan lainnya.

Penampilan lainnya yang luar biasa disuguhkan oleh 4 orang wanita yang tergabung dalam sebuah band bernama Amiina. Musik experimental yang dihasilkan oleh alat – alat yang tidak lazim digunakan (seperti gergaji kayu), sangat impresif dan bisa membuat kita tercengang.

Selain musik – musik experimental, di islandia juga marak grup band – group band postpunk, rap atau hardcore seperti minus, yang tampil sangat energik di film ini.Berikut ini content secara garis besar cuplikan penampilan band-band islandia yang ada di film ini
(sumber : www.screamingmasterpiece.c
om) :

Contents:

Opening

1. Múm & Slowblow
2. Apparat Organ Quartet
3. Eivör Pálsdóttir
4. Björk Concert in NYC Part I
5. Mugison
6. Odin's Raven Magic
7. Slowblow (starts with the interview of Dagur Kari Petursson)
8. Múm
9. Björk & the Sugarcubes
10. Ghostigital
11. Quarashi
12. Amina
13. Björk Concert in NYC Part II
14. Sigur Rós Concert in NYC
15. Singapore Sling & Vinyl
16. Mínus
17. The West Coast of Iceland – Mugison
18. The South Coast of Iceland – Nilfisk
19. Björk
20. Credits

Mungkin karena iklim yang mendukung
(tau ga,di islandia itu ada masa 24 jam matahari terus bersinar, dan ada masa juga dimana 24 jam total)

PETE DOHERTY!!!!


Pete is a legend,
to bad the world is focusing on his drugproblem instead of his talent..
The Libertines are seriusly the best band i've heard in a long time,
definatley teh best of the past 10 years. I wish they would get back together!!! they were just amazing. Pete and Carl where perfect for each other. Pete Doherty is a genius!! He is such an amazing poet, whic is proven with theese lyrics. He is a wonderful human being and it should not matter that he does crugs, for that is his own bussiness. I cant be denied that he is a true musical genius

INTO THE WILD


Sutradara : Sean Penn
Pemain : Emile Hirsch, Vince Vaughn, Kristen Stewart, Catherine Keener.

Film Into The Wild diangkat dari sebuah novel berjudul sama yang ditulis oleh petualang dan jurnalis, Jon Krakauer.
Saya penggemar tulisan Jon Krakauer - termasuk buku hits-nya yang lain, Into Thin Air.
Sekarang saya penasaran dan ingin tahu apa yang diperbuat Sean Penn dalam mengadopsi Into The Wild ke layar perak.
Ini kisah nyata tentang kehidupan seorang pemuda asal West Virginia, AS. Anak muda itu bernama Christopher Johnson McCandless,
anak seorang ilmuwan NASA yang cukup mapan. Namun Chris termasuk pemuda yang memiliki idealisme tinggi dan gairah kuat. Sedikit punya jiwa pemberontak, agak gelisah, serta atau anti kemapanan. Berbeda dengan remaja seusianya, dia malah ingin menyatu dengan alam dan mencicipi kehidupan liar Amerika.
Setelah lulus dari Emory University, Chris langsung meninggalkan kehidupan normalnya. Tidak hanya itu. ia juga mendonasikan tabungannya yang berjumlah puluhan ribu dollar ke sebuah badan amal, lalu menggunting semua tanda pengenal dan kartu kreditnya, serta membakar seluruh uang sakunya.
Chris betul-betul ingin mencicipi kehidupan alam liar, jauh dari model kehidupannya selama ini.
Obsesi terbesarnya adalah menuju tanah liar Alaska - seorang diri dan nyaris tanpa modal apa-apa selain backpack besar berisi barang sehari-harinya.
Chris mungkin pemuda yang aneh, tapi setidaknya dia memilih jalan hidupnya sendiri. Walau mungkin tak lazim untuk orang biasa. Selama perjalanan, Chris bertemu dengan bermacam-macam karakter yang ikut membantunya dalam menentukan makna hidup dan jati dirinya.
Setelah dua tahun ia meninggalkan rumah, keluarga dan kehidupannya, nyawa Chris akhirnya tewas direnggut keganasan alam yang dicintainya.
Entah ini sebuah ending tragis atau romantis bagi Chris. Sementara bagi saya, bisa jadi keduanya. Dia mungkin bahagia karena telah memilih hidup di alam, dan mati pun harus di alam. Live by the sword, die by the sword.
Into The Wild dibuat dengan setting yang melompat-lompat, sebagian besar adalah flashback. Ada beberapa bagian yang diberi titel sesuai dengan tema perjalanan Chris. Sutradara Sean Penn cukup cermat menggambarkan setting pemandangan alam di pedalaman AS. Indah, eksotis, dan menyentuh. Jangan lupakan juga musik latar yang diisi cukup apik oleh Eddie Vedder [Pearl Jam].
Film ini cukup baik mengadopsi intisari dari Into The Wild - meski belum bisa dikatakan se-sempurna di bukunya. Tapi ini sudah cukup memuaskan.
Setidaknya bagi orang Indonesia yang menggemari film Gie,
Bukankah hidup juga suatu pilihan, penentuan sikap, dan berpetualang?!